TEORI BELAJAR GESTALT
NAMA : PUTRI MADANI
PRODI : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN : 1446 H / 2025 H
TEORI BELAJAR GESTALT
Pendahuluan
Teori belajar Gestalt lahir sebagai kritik terhadap teori behavioristik yang hanya melihat belajar sebagai reaksi stimulus-respons. Teori Gestalt menekankan bahwa proses belajar tidak bisa dijelaskan hanya dengan mekanisme sederhana, melainkan perlu dilihat sebagai pemahaman utuh terhadap suatu situasi. Dalam bahasa Jerman, Gestalt berarti “bentuk” atau “keseluruhan”. Manusia cenderung memahami dunia sebagai satu kesatuan utuh terlebih dahulu, bukan dari bagian-bagian kecil. Dalam konteks pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), pendekatan Gestalt sangat penting karena materi PAI tidak cukup hanya dihafalkan, tetapi harus dipahami secara menyeluruh dan dihayati dalam kehidupan sehari-hari.
Definisi Teori Belajar Gestalt
Gestalt adalah teori belajar dalam psikologi kognitif yang menekankan pentingnya pemahaman utuh (holistik). Belajar bukan sekadar mengingat informasi, tetapi memahami hubungan antar bagian yang ada. Proses belajar terjadi ketika seseorang menyadari pola atau hubungan dari informasi yang diberikan. Inilah yang disebut insight, yaitu pemahaman mendadak terhadap solusi sebuah masalah. Contohnya adalah eksperimen Köhler dengan simpanse yang menggunakan tongkat untuk mengambil pisang setelah memahami fungsinya secara utuh, bukan karena kebiasaan atau latihan, melainkan melalui pemahaman struktur situasi.
Karakteristik Teori Belajar Gestalt
Teori ini memiliki karakteristik utama, seperti menekankan pemahaman terhadap keseluruhan lebih penting daripada bagian-bagian kecil, pentingnya insight atau pemahaman mendadak, serta penggunaan prinsip persepsi seperti kedekatan, kesamaan, kelanjutan, dan penutupan. Belajar dianggap sebagai proses aktif dan kognitif, di mana peserta didik menjadi subjek yang aktif dalam membangun pemahamannya. Proses belajar juga harus kontekstual dan berkaitan dengan pengalaman nyata agar bermakna. Teori Gestalt mengajarkan bahwa belajar bukan sekadar mengumpulkan informasi, tapi mengaitkan dan memahami informasi sebagai satu kesatuan
Teori Gestalt dalam Al-Qur’an dan Hadis
Konsep Gestalt yang menekankan pemahaman menyeluruh dan insight ternyata sejalan dengan prinsip pembelajaran dalam Islam. Al-Qur’an mengajak manusia untuk bertafakur dan tadabbur, yaitu merenungkan ciptaan Allah sebagai satu kesatuan utuh (QS. Al-Baqarah: 164). Islam menekankan pentingnya ilmu yang membawa manfaat secara holistik, bukan sekadar pengetahuan yang terpisah. Hadis tentang amal yang tidak terputus setelah mati—termasuk ilmu yang bermanfaat—mengisyaratkan pentingnya pemahaman menyeluruh dan dampak ilmu dalam kehidupan
Pemikiran Tokoh Muslim tentang Teori Gestalt
Pemikiran para tokoh Islam ternyata memiliki keselarasan dengan prinsip Gestalt. Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya pemahaman ilmu yang mendalam, bukan sekadar hafalan. KH Hasyim Asy’ari melihat pendidikan sebagai proses utuh yang mencakup akal, hati, dan akhlak. KH Ahmad Dahlan mengembangkan pendekatan pembelajaran kontekstual dan praktik nyata. Ibnu Sina menekankan pentingnya akal dalam memproses informasi dan mencapai pemahaman utuh, sementara Ibnu Khaldun mengedepankan pembelajaran bertahap dan praktik sosial yang terintegrasi. Semua tokoh ini memiliki pandangan bahwa ilmu harus dipahami secara menyeluruh dan memberi manfaat nyata dalam kehidupan
Kontekstualisasi dalam Pembelajaran PAI pada Kurikulum Merdeka
Prinsip-prinsip Gestalt dan pemikiran tokoh-tokoh Muslim sangat cocok diterapkan dalam Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini mendorong pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, sesuai dengan potensi dan minat mereka. Dalam pembelajaran PAI, pemahaman mendalam, pembentukan karakter, serta integrasi antara ilmu dan amal menjadi sangat penting. Nilai-nilai seperti al-hanifiyyah, al-samhah, makarim al-akhlaq, dan rahmatan lil-‘alamin dapat dikembangkan melalui pendekatan yang holistik dan menyentuh seluruh aspek peserta didik, baik kognitif, afektif, maupun spiritual.
Kesimpulan
Teori belajar Gestalt menekankan bahwa belajar terjadi bukan karena pengulangan atau respon mekanik, melainkan karena pemahaman utuh terhadap hubungan dan struktur dalam suatu situasi. Proses ini sangat sesuai dengan ajaran Islam yang mendorong manusia untuk berpikir, merenung, dan memahami segala sesuatu secara menyeluruh. Dalam pembelajaran PAI era Kurikulum Merdeka, teori ini dapat mendukung terbentuknya pembelajaran yang bermakna, integratif, dan membentuk kepribadian siswa secara utuh.
Komentar
Posting Komentar